Peradaban Pesantren (pernah) Menguasai Dunia
Terciptanya
suatu peradaban tidak semudah membalikkan telapak tangan. Disana dibutuhkan
berbagai komponen untuk saling melengkapi dan berhubungan. Komponen atau unsur
yang ada di dalamnya tidak
dapat saling dipisahkan maupun berdiri sendiri. Segala
sesuatu butuh proses. Tidak ada di dunia ini untuk menghasilkan produk
berkualitas tinggi hanya dengan keinstanan semata.
Unsur
pokok untuk menghasilkan peradaban yaitu perlu adanya sinergi antara tempat,
manusia, dan waktu. Segalanya dapat dikatakan sebagai peradaban, jelas harus
memiliki
bukti. Bukti tersebut adalah dengan adanya tempat sebagai tempat berlangsungnya
perdaban dengan berbagai macam sumber
daya yang ada di dalamnya. Di dalam tempat tersebut harus terdapat manusia sebagai
pelaku utama proses pembentukan peradaban. Keberhasilan tejadinya peradaban
bergantung pada kualitas hidup manusia di dalamnya. Semakin maju dan kualitas
ilmu yang baik dapat menunjang keberhasilan itu lebih maksimal. Dan sesuai yang telah dikatakan di atas tadi, bahwa
suatu produk yang baik tidak dapat tercipta hanya dengan waktu sekejap.
Panjangnya waktu akan menjadi pelengkap berbagai unsur terciptanya perdaban.
Dalam islam, kita pernah mengenal sejarah bahwa peradaban
islam pernah menguasai dunia dan menjadi tempat rujukan berbagai negara yaitu
pada zaman Dinasti Abbasiyah. Pada masa itu, islam berkembang sangat pesat
sehingga memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Keberhasilan tersebut
tidak lain karena sumber daya manusia
yang ada pada masa itu memiliki daya intelektualitas tinggi. Berbagai disiplin
ilmu dapat kita temukan mulai dari ilmu agama, meliputi ilmu Al-quran,
Al-Hadist, Fiqh, Tasawuf, tata bahasa (nahwu-shorof) dan lain-lain hingga ilmu
umum berupa ilmu astronomi, matematika, kedokteran kimia dan lain-lain.
Sehingga penguasaan ilmu sangatlah kompleks. Uniknya, pada waktu itu tidak ada
perbedaan antara ilmu agama maupun umum. Semuanya berbaur dan berpadu dengan
baik. Banyak ulama yang tidak hanya menguasai ilmu agama
saja, tetapi juga ilmu umum,
misalnya saja ar-Razi dan ibnu Sina. Beliau tidak hanya menonjol dalam bidang
saintek saja, namu beliau juga pakar tafsir, teologi dan filsafat.
Namun kemegahan ilmu pengetahuan itu musnah ketika
orang-orang kafir merampas segala kitab para ilmuwan tersebut
yang disimpan dalam perpustakaan. Kemudian dibuang dan ada juga yang dibawa para perampas itu ke negara
asalnya (Eropa). Sejak saat itu, islam mulai meredup karena sumber literasi untuk
rujukan tidak ada lagi. Untungnya ada salah satu tempat yang terbebas dari
peristiwa itu, yaitu Mesir. Sebagai pusat keilmuan, Mesir hingga saat ini mampu
menunjukkan kekokohan peradaban keilmuwan disana. Terbukti masih ada tempat yang dituju orang dari
berbagai negara untuk memperoleh ilmu agama. Tempat tersebut adalah Al-Azhar.
Bahkan para santri (pelajar) dari Indonesia banyak menuntut ilmu di sana.
Ini membuktikan bahwa pendidikan salaf pada zaman dahulu
mampu menciptakan peradaban islam yang mempesona. Berbagai ulama salaf seperti
Imam Syafi’i, Imam Bukhori, Imam Ghozali, Ar-Razi, Ibnu Sina dapat kita
pelajari pemkirannya dalam pendidikan salaf.
Pendidikan salaf pada saat ini sering kita sebut sebagai pesantren. Dapat
kita analogikan, pesantren mampu
menunjukkan pengaruhnya pada peradaban dunia. Seandainya perang dunia tidak pernah ada, maka
pesantren Tebuireng, Tambak Beras, Denanyar, Darul Ulum, Lirboyo, Ploso, dll
lebih tinggi grade atau posisinya dari pada Universitas Harvard, Oxford,
Stanford, dll bahkan universitas-universitas tersebut tidak ada.
Maka dari itu, banggalah bagi kita semua sebagai warga NU
yang basis pendidikannya terpusat pada pondok pesantren. Dengan melalui
pesantren pula, pada 10 November 1945 civitas pesantren bergerak untuk merebut
kemerdekaan Indonesia. Jadi, tanpa pesantren Indonesia belum tentu mampu
membangun peradaban.
Leave a Comment